IPS Kelas 8 Semester 2 (27 Mei 2021)



Assalamu'alaikum Wr Wb
Salam Sejahtera untuk kita semua...
Bagaimana kabar ananda hari ini?
Mudah-mudahan sehat selalu dan berada dalam perlindungan-Nya.

Berjumpa kembali kita pada pelajaran IPS bersama Pak Andi, namun sebelum itu dikarenakan masih dalam suasana lebaran, bapak mengucapkan Selamat Hari Raya Idul Fitri 1442 H khusus untuk yang beragama Islam.

Anak bapak sekalian, dikarenakan kondisi kita saat ini masih dalam suasana pandemi covid-19, maka bapak berpesan agar selalu patuhi protokol kesehatan dimanapun ananda berada. Ini demi kebaikan untuk diri ananda sendiri, keluarga, dan masyarakat pada umumnya.

Kalau kita lihat penyebaran virus corona untuk daerah kita, termasuk kategori tinggi dengan label Zona Merah untuk Kecamatan kita ini. Oleh karena itu mari bersama-sama kita patuhi apa yang dianjurkan pemerintah (5M), supaya penyebaran virus ini dapat teratasi, sehingga kita bisa belajar tatap muka seperti biasanya.

Baiklah anak bapak sekalian, sebelum kita mulai pembelajaran hari ini, silahkan ananda berdo'a menurut agama masing-masing dan isi absen pada link berikut ini:

https://forms.gle/2B49nKnm3EYeJ3zq8

Pada pertemuan dibulan Ramadhan kemaren, kita sudah membahas mengenai Perlawanan terhadap Imperialisme dan Kolonialisme. 

Adapun yang dibahas yaitu konsep/pengertian Kolonialisme, Imperialisme, dan perlawanan dari berbagai daerah terhadap kedatangan bangsa Eropa (disajikan dalam bentuk video pembelajaran).

Nah, untuk hari ini kita akan melanjutkan materi dengan judul: "Tumbuh dan Berkembangnya Semangat Kebangsaan".

Tujuan Pembelajaran: Peserta didik diharapkan mampu menganalisis pergerakan kebangsaan Indonesia dalam memperjuangkan kemerdekaan.


A. LATAR BELAKANG MUNCULNYA NASIONALISME

Nasionalisme merupakan suatu sikap politik atau pemahaman dari masyarakat suatu bangsa yang memiliki keselarasan kebudayaan dan wilayah.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), nasionalisme adalah paham (ajaran) untuk mencintai bangsa dan negara sendiri.

Bagi bangsa Indonesia, rasa nasionalisme digunakan sebagai kunci pemersatu elemen bangsa yang memiliki keaneragaman budaya, suku bangsa, adat istiadat, kebiasaan, agama dan etnis. Tanpa rasa nasionalisme, sulit untuk menciptakan kondisi aman, bersatu dibawah naungan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Berbagai kejadian dari dalam negeri atau sering disebut faktor internal yang melatar belakangi pergerakan nasional terdiri dari:
  • Perluasan pendidikan
  • Kegagalan perjuangan di berbagai daerah
  • Rasa senasib sepenanggungan
  • Perkembangan berbagai organisasi etnik kedaerahan. 
Adapun berbagai hal dari luar Indonesia (faktor eksternal) yang melatar belakangi terjadinya pergerakan nasional, antara lain munculnya paham-paham baru di dunia seperti pan-Islamisme, nasionalisme, sosialisme, liberalisme, dan demokrasi. 

Beberapa peristiwa seperti kemenangan Jepang atas Rusia dalam perang 1905 dan perkembangan berbagai organisasi pergerakan nasional di berbagai negara juga menjadi faktor eksternal pendorong pergerakan nasional di Indonesia. 

Pemerintah Hindia Belanda menerapkan kebijakan Politik Etis pada tahun 1901, yaitu dalam bidang irigasi/pengairan, emigrasi/transmigrasi, dan edukasi/pendidikan
Tiga kebijakan tersebut sebenarnya bertujuan memperbaiki kondisi masyarakat yang semakin terpuruk. 

Namun, pelaksanaan kebijakan politik Etis tetap lebih berpihak kepada penjajah. Dalam pelaksanaannya, banyak penyelewengan dalam Politik Etis, seperti:
  1. Irigasi hanya untuk kepentingan perkebunan Belanda.
  2. Emigrasi/transmigrasi hanya untuk mengirim orang-orang Jawa ke luar Jawa guna dijadikan buruh perkebunan dengan upah murah. Pendidikan hanya sampai tingkat rendah, yang bertujuan memenuhi pegawai rendahan. Pendidikan tinggi hanya untuk orang Belanda dan sebagian anak pejabat.
Segi positif yang paling dirasakan bangsa Indonesia adalah pendidikan. Semakin banyak orang Indonesia berpendidikan modern, yang kemudian mempelopori gerakan pendidikan, sosial, dan politik. 

Pengaruh pendidikan inilah yang melahirkan para tokoh pemimpin pergerakan nasional Indonesia.
Pendidikan adalah investasi peradaban. Melalui pendidikan akan tertanamkan pengetahuan dan kesadaran nasionalisme bangsa Indonesia. 

Secara bertahap, mulai masuk abad XX, kesempatan memperoleh pendidikan bagi rakyat Indonesia semakin besar. Hal ini dipengaruhi kebijakan baru pemerintah Hindia Belanda melalui Politik Etis (Politik Balas Budi).

Politik kolonial liberal yang memeras rakyat Indonesia menimbulkan keprihatinan sebagian masyarakat Belanda. C. Theodore van Deventer menuangkan kritiknya dalam sebuah majalah de Gids berjudul Een Eereschuld atau Debt of Honour (Hutang Budi/Hutang Kehormatan) yang terbit pada tahun 1899. 

Van Deventer mengusulkan agar Belanda melakukan balas budi untuk bangsa Indonesia. Balas budi yang diusulkan adalah dengan melakukan educatie, emigratie, dan irrigatie (edukasi/pendidikan, emigrasi/perpindahan penduduk, dan irigasi/pengairan). 

Kebijakan Politik Etis memungkinkan berdirinya sekolah-sekolah di berbagai daerah di Indonesia. Mulai abad XX, perkembangan pendidikan yang diselenggarakan swasta juga semakin banyak. Perkembangan pendidikan bukan hanya diselenggarakan oleh pemerintah, tetapi juga oleh berbagai organisasi sosial dan keagamaan. Misionaris (agama Katolik) dan Zending (agama Kristen Protestan) mendirikan berbagai sekolah di pusat-pusat penyebaran agama Kristen.

Di beberapa kota berkembang pendidikan berdasarkan keagamaan, seperti Muhammadiyah, Persatuan Islam, Nahdlatul Ulama, dan sebagainya. Sekolah kebangsaan juga tumbuh, seperti Taman Siswa dan sekolah sekolah yang didirikan organisasi pergerakan.

Pendidikan sangat besar peranannya dalam menumbuhkembangkan nasionalisme. Pendidikan menyebabkan terjadinya transformasi ide dan pemikiran yang mendorong semangat pembaharuan masyarakat. 

Organisasi pergerakan nasional tidak muncul begitu saja. Awalnya, organisasi yang berdiri di Indonesia adalah organisasi etnis, kedaerahan, dan keagamaan. Berbagai organisasi tersebut sering melakukan pertemuan hingga akhirnya muncul ide untuk mengikatkan diri dalam organisasi yang bersifat nasional. 

Organisasi etnis banyak didirikan para pelajar perantau di kota-kota besar. Mereka membentuk perkumpulan berdasarkan latar belakang etnis. Beberapa contohnya antara lain Serikat Pasundan serta Perkumpulan Kaum Betawi yang dipelopori oleh M Husni Thamrin. Selain organisasi etnis, muncul juga beberapa organisasi kedaerahan, seperti Trikoro Dharmo (1915), Jong Java (1915), dan Jong Sumatranen Bond (1917).

Berbagai organisasi bernapaskan keagamaan pada awal abad XX sangat memengaruhi perkembangan kebangsaan Indonesia. Beberapa organisasi bernapas keagamaan yang muncul pada masa awal abad XX antara lain Jong Islamiten Bond, Muda Kristen Jawi, Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, PERSIS (Persatuan Umat Islam), dan Al-Jamiatul Washiyah. Jong Islamieten Bond (JIB) didirikan tanggal 1 Januari 1925 di Jakarta dengan ketua Raden Sam. 

Selain sebagai pusat dakwah Islam, JIB juga mengorganisir kegiatan seni, budaya, sosial, penerbitan. Muda Kristen Jawi dibentuk tahun 1920, yang kemudian berubah namanya menjadi Perkumpulan Pemuda Kristen (PPK). 

Muhammadiyah didirikan KH Ahmad Dahlan tanggal 18 Nopember 1912 di Yogyakarta. Muhammadiyah mempunyai tujuan mengembangkan dakwah Islam, mengembalikan ajaran Islam sesuai dengan Al Qur’an dan Sunnah (Hadits), membersihkan praktik keagamaan dari syirik dan bid’ah, serta mengembangkan pendidikan agama dan umum secara modern. 

Nahdlatul Ulama (NU) didirikan oleh para kiai pada tanggal 31 Januari 1926 di Jawa Timur dengan pimpinan pertama KH M. Hasyim Asy’ari. NU cepat berkembang terutama di Jawa karena basis pesantren yang sangat banyak di Jawa. 

Kaum wanita juga aktif berperan dalam berbagai organisasi baik organisasi sosial
maupun politik. Peran serta perempuan dalam memperjuangkan kemerdekaan telah ada sejak dahulu. 

Beberapa tokoh pejuang wanita zaman dulu adalah RA Kartini, Dewi Sartika, dan Maria Walanda Maramis. RA Kartini adalah putri Bupati Jepara Jawa Tengah yang memperjuangkan emansipasi (persamaan derajat) antara laki-laki dan perempuan. Beliau mendirikan sekolah khusus untuk perempuan.


B. ORGANISASI PERGERAKAN NASIONAL INDONESIA


Kemerdekaan negara Republik Indonesia tak pernah lepas dari organisasi pergerakan nasional yang berjuang untuk merebut hak-hak yang sepantasnya didapatkan oleh seluruh warga negara Indonesia.

Lahirnya organisasi pergerakan nasional pada jaman penjajahan sebagian besar dilandasi oleh rasa ketidakpuasan atas perlakuan penjajah kepada bangsa Indonesia sehingga para pendiri organisasi ini bangkit dan mulai memperjuangkan kehidupan masyarakat yang lebih layak.

Lantas, apa saja organisasi pergerakan nasional yang pernah ada di Indonesia? 

Berikut ini adalah organisasi pergerakan nasional yang pernah ada di Indonesia:
  1. Budi Utomo (BU), tahun 20 Mei 1908 sebuah organisasi pergerakan nasional telah didirikan dengan nama Budi Utomo yang diketuai oleh Dr. Sutomo. Tujuan utama dari Budi Utomo adalah kemajuan bagi Hindia Belanda yang terlihat dari perbaikan pelajaran di sekolah-sekolah, mendirikan badan wakaf untuk mengumpulkan tunjangan pendidikan, membuka sekolah pertanian, dan menghidupkan kembali seni dan budaya Bumiputera.
  2. Sarekat Islam (SI). Sarekat Islam awalnya merupakan perkumpulan para pedagang yang bernama Sarekat Dagang Islam (SDI) yang didirikan pada tahun 1911 oleh H. Samanhudi di Solo. Pendirian SDI ini awalnya merupakan suatu koperasi bagi pedagang batik. Lingkup anggota SDI pada awalnya tidak terlalu banyak karena hanya berfokus pada pedagang, oleh karena itu SDI berubah nama menjadi Sarekat Islam atau SI pada 18 September 1918. Organisasi ini berkembang cukup pesat dan menerbitkan surat kabar berjudul Utusan Hindia sebagai media propaganda. 
  3. Indische Partij (IP). Tiga Serangkai, yakni E.F.E Douwes Dekker, Dr. Cipto Mangunkusumo, dan Suwardi Suryaningrat mendirikan Indische Partij pada 25 Desember 1912 di Bandung, dan memiliki tujuan menjadi organisasi pengganti Indische Bond yang merupakan organisasi antara orang Indo dan Eropa. Indische Partij memiliki tujuan untuk membangung rasa cinta tanah air semua indiers, dan menggunakan media majalah Het Tijdschrifc dan surat kabar ‘De Expres’ yang berada di bawah kepemimpinan Douwes Dekker yang berdarah separuh Belanda sebagai alat penyebaran ideologi. 
Untuk lebih jelasnya, silahkan saksikan video berikut ini:


Demikian perjumpaan kita hari ini, untuk minggu depan kita akan melaksanakan Ulangan Harian yang materinya dari awal Bab IV (Sejarah).

Tugas hari ini: Silahkan ananda buat ringkasan materi pada buku catatan IPS sesuai judul pelajaran kita hari ini.

Tetap semangat dalam belajar, jaga kesehatan dan jangan lupa beribadah.

Wassalam...




Posting Komentar